Selasa, 26 Mei 2015

KOMPONEN-KOMPONEN BELAJAR MENGAJAR



KOMPONEN-KOMPONEN BELAJAR MENGAJAR

Kegiatan belajar mengajar mengandung sejumlah komponen yang meliputi tujuan, bahan pelajaran, kegiatan pelajaran, kegiatan belajar mengajar, metode, alat dan sumber, serta evaluasi.
A.    Tujuan
Tujuan merupakan suatu cita-cita yang ingin dicapai dari pelaksanaan pembelajaran. Tidak ada suatu pembelajaran yang diprogramkan tanpa tujuan, karena hal ini merupakan kegiatan yang tidak memiliki kepastian dalam menentukan arah, target akhir dan prosedur yang dilakukan.
            Tujuan dalam pendidikan dan pengajaran merupakan suatu cita-cita yang bernilai normatif. Sebab dalam tujuan terdapat sejumlah nilai yang harus ditanamkan kepada anak didik. Nilai-nilai itu nantinya akan mewarnai cara anak didik bersikap dan berbuat dalam lingkungan sosial, baik di sekolah maupun di luar sekolah.
            Tujuan mempunyai jenjang dari yang luas atau umum sampai kepada yang sempit/khusus. Semua tujuan itu berhubungan antara satu dengan yang lainnya, dan tujuan di atasnya. Bila tujuan terendah tidak tercapai, maka tujuan di atasnya tidak tercapai pula. Hal ini disebabkan tujuan berikutnya merupakan turunan dari tujuan sebelumnya. Dengan ini diartikan bahwa dalam merumuskan tujuan, maka kita harus benar-benar memperhatikan kesinambungan setiap jenjang tujuan pendidikan dan pengajarnya. Oleh karena itu, guru dalam melakukan pengajaran, sekalipun hanya berupa sub materi bahan ajar, tidak boleh terlepas dari konteks tujuan sebelumnya.
            Lebih spesifik Roestiyah (1989), berpendapat bahwa suatu tujuan pengajaran merupakan deskripsi tentang penampilan perilaku (performance) anak didik yang diharapkan setelah mempelajari bahan pelajaran tertentu. Suatu tujuan pengajaran dan bukan sekedar proses dari pengajaran itu sendiri
B.     Bahan Pelajaran
Bahan/materi merupakan medium untuk mencapai tujuan pengajaran yang “dikonsumsi” oleh peserta didik. Bahan ajar merupakan materi yang terus berkembang secara dinamis seiring dengan kemajuan dan tuntutan perkembangan masyarakat. Bahan ajar yang diterima anak didik harus mampu merespons setiap perubahan dan mengantisipasi setiap perkembangan yang akan terjadi di masa depan. Oleh karena itu, bahan pelajaran menurut Suharsimi Arikunto (1990), merupakan unsur inti yang ada di dalam kegiatan belajar mengajar, karena memang bahan pelajaran itulah yang diupayakan untuk dikuasai oleh anak didik. Karena itu pula, guru khususnya, atau pengembangan kurikulum umumnya, harus memikirkan sejauh mana bahan-bahan atau topik yang tertera dalam silabus berkaitan dengan kebutuhan peserta didik di masa depan. Sebab, minat peserta didik akan bangkit bila suatu bahan diajarkan sesuai dengan kebutuhannya.
            Maslow, sebagaimana dikutif dari Sudirman (1988), berkeyakinan bahwa minat seseorang akan muncul bila sesuatu itu berkaitan dengan kebutuhannya. Jadi, bahan pelajaran merupakan komponen yang tidak bisa diabaikan dalam pengajaran, sebab bahan pengajaran merupakan inti dalam proses belajar mengajar.
C.    Kegiatan Belajar Mengajar
Dalam kegiatan belajar mengajar, guru dan peserta didik terlibat dalam sebuah interaksi dengan bahan pelajaran sebagai mediumnya. Dalam interaksi itu peserta didiklah yang lebih aktif, bukan guru. Seperti yang dikehendaki oleh pendekatan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), murid sebagai sentral pembelajaran. Keaktifan anak didik tentu mencakup kegiatan fisik dan mental, individual dan kelompok. Oleh karena itu interaksi dikatakan maksimal bila terjadi antara guru dengan semua peserta didik, antara peserta didik dengan guru, peserta didik dengan peserta didik, peserta didik dengan bahan dan media pembelajaran, bahkan peserta didik dengan dirinya sendiri, namun tetap dalam kerangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama.
            Untuk memperoleh hasil optimal, sebaiknya guru memperhatikan perbedaan individual peserta didik, baik aspek biologis, intelektual, maupun psikologis. Ketiga aspek ini diharapkan memberikan informasi pada guru, bahwa setiap peserta didik dapat mencapai prestasi belajar yang optimal, sekalipun dalam tempo yang berlainan. Pemahaman tentang perbedaan potensi individual menghendaki pendekatan pembelajaran yang sepenuhnya bisa melayani perbedaan keunikan peserta didik masing-masing.
D.    Metode
Metode merupakan suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar, metode sangat diperlukan oleh guru, dengan penggunaan yang bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Menguasai metode mengajar merupakan keniscayaan, sebab seorang guru tidak akan dapat mengajar dengan baik apabila ia tidak menguasai metode secara tepat. Syaiful Bahri Djamarah & Winarto Surakhmad (1991), mengemukakan lima macam faktor yang mempengaruhi penggunaan metode mangajar, yakni:
1.      Tujuan dengan berbagai jenis dan fungsinya;
2.      Anak didik dengan berbagai tingkat kematangannya;
3.      Situasi berlainan keadaannya;
4.      Fasilitas bervariasi secara kualitas dan kuantitasnya;
5.      Kepribadian dan kompetensi guru yang berbeda-beda.
E.     Alat
Alat merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan dalam rangka mencapai tujuan pengajaran. Dalam proses pengajaran maka alat mempunyai fungsi sebagai pelengkap untuk mencapai tujuan (Ahmad D. Marimba, 1991)
            Alat dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu alat verbal dan alat bantu non verbal. Alat verbal berupa suruhan, perintah, larangan dan sebagainya. Sebagai alat bantu non verbal berupa globe, papan tulis, batu tulis, batu kapur, gambar, diagram, slide, video dan sebagainya.
            Jika dilihat dari sisi asalnya, alat terbagi atas alat material dan non material. Alat material termasuk alat bantu audiovisual. Dwyer (1967) berpendapat bahwa audio-visual yang mendekati realitas. Melalui alat bantu pengajaran yang tepat, diharapkan guru dapat memberikan pengalaman belajar yang banyak dengan cara sedikit.
            Sebagai alat bantu dalam pendidikan dan pengajaran, alat audio-visual mempunyai sifat sebagai berikut:
1.      Kemampuan untuk meningkatkan persepsi;
2.      Kemampuan untuk meningkatkan pengertian;
3.      Kemampuan untuk meningkatkan transfer belajar;
4.      Kemampuan untuk memberikan penguatan (reinforcement) atau pengetahuan hasil yang dicapai;
5.      Kemampuan untuk meningkatkan ingatan.
F.     Sumber Belajar
Sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat dimana bahan pengajaran bisa didapatkan. Menurut Nasution (1993), sumber pelajaran dapat berasal dari masyarakat dan kebudayaannya, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kebutuhan anak didik. Sumber belajar sesungguhnya banyak sekali terdapat di mana pun seperti di sekolah, pusat kota, pedesaan, benda mati, lingkungan, toko, dan sebagainya. Pemanfaatan sumber-sumber pengajaran tersebut tergantung pada kreatifitas guru, waktu, biaya  serta kebijakan-kebijakan lainnya.
            Roestiyah N.K (1989) mengatakan bahwa sumber-sumber belajar itu adalah:
1.      Manusia (dalam keluarga, sekolah dan masyarakat);
2.      Buku/perpustakaan;
3.      Media massa (majalah, surat kabar, radio, tv, dan lain-lain);
4.      Lingkungan alam, sosial, dan lain-lain;
5.      Alat pelajaran (buku pelajaran, peta, gambar, kaset, tape, papan tulis, kapur, spidol, dan lain-lain);
6.      Museum (tempat penyimpanan benda-benda kuno)
Lebih lanjut Sudirman N. dkk. (1991), mengemukakan macam-macam sumber belajar sebagai berikut:
1.      Manusia
2.      Bahan (materialis)
3.      Lingkungan (setting)
4.      Alat dan perlengkapan (tool and equipment)
5.      Aktivitas (aktivities)
G.    Evaluasi
Istilah evaluasi berasal dari bahasa Inggris, yaitu evaluation. Dalam buku Essential of Education Evaluation karangan Edwin Wand & Gerald W. Brown, dikatakan bahwa “Evaluation refer to the act process to determining the value of action refer to the value of something”. Evaluasi adalah suatu tindakan atau proses untuk menentukan nilai dari suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Senada dengan pendapat di atas, Wayan Nurkancana & Sumartana (1983) berpendapat bahwa evaluasi pendidikan dapat diartikan sebagai suatu tindakan atau proses untuk menentukan nilai segala sesuatu dalam dunia pendidikan.
            Rumusan yang lebih bersifat operasional dikemukakan Roestiyah (1989), yakni bahwa evaluasi adalah kegiatan mengumpulkan data seluas-luasnya dan sedalam-dalamnya mengenai kapabilitas siswa guna mengetahui sebab akibat dan hasil belajar siswa guna mendorong atau mengembangkan kemampuan balajar.
            Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka evaluasi memiliki tujuan secara umum, yakni:
1.      Mengumpulkan data-data yang membuktikan taraf kemajuan murid dalam mencapai tujuan yang diharapkan.
2.      Memungkinkan pendidik/guru menilai aktivitas/pengalaman yang didapat siswa dalam pembelajaran.
3.      Menilai metode mengajar yang dipergunakan.
Lebih spesifik Abu Ahmadi & Widodo Supriyono (1991) menyatakan bahwa evaluasi memiliki tujuan sebagai berikut:
1.      Merangsang kegiatan siswa;
2.      Menemukan sebab kemajuan atau kegagalan belajar;
3.      Memberikan bimbingan yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan dan bakat masing-masing siswa;
4.      Memperoleh bahan laporan tentang perkembangan siswa yang diperlukan orang tua dan lembaga pendidikan;
5.      Untuk memperbaiki mutu pelajaran/cara belajar dan metode mengajar.
Merujuk pada tujuan evaluasi seperti dikemukakan di atas, maka pelaksanaan evaluasi mempunyai manfaat yang sangat besar baik berkaitan dengan proses belajar mengajar maupun berkenaan dengan produk suatu pendidikan dan desain proses belajar mengajar di masa mendatang. Evaluasi proses menurut W.S. Winkel (1989), adalah suatu evaluasi yang diarahkan untuk menilai bagaimana kerjasama setiap komponen pengajaran yang telah dilakukan dan apakah dalam proses itu ditemukan kendala sehingga tujuan kurang tercapai secara optimal. Sedangkan evaluasi produk adalah suatu evaluasi yang diarahkan untuk mengetahui bagaimana hasil belajar siswa, dan bagaimana penguasaan siswa terhadap bahan/materi pelajaran yang telah guru berikan ketika proses belajar mengajar berlangsung.
            Evaluasi sebagai sebuah sistem yang tidak dapat dipisahkan dalam proses belajar mengajar dan di dalamnya melibatkan guru dan siswa, pada dasarnya memiliki fungsi sebagai berikut:
a.       Memberikan umpan balik (feed back) kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki proses pengajaran serta mengadakan perbaikan program bagi murid.
b.      Memberikan angka yang tepat tentang kemajuan atau hasil belajar dari setiap murid. Antara lain digunakan dalam rangka pemberian laporan kepada orang tua, penentuan kenaikan kelas, serta penentuan lulusnya tidaknya seorang murid.
c.       Menentukan posisi murid di dalam situasi belajar mengajar agar sesuai dengan tingkat kemampuan (dan karakteristik lainnya) yang dimiliki masing-masing siswa.
d.      Mengenal latar belakang (psikologis, fisik dan lingkungan) murid yang mengalami kesulitan-kesulitan belajar, nantinya dapat dipergunakan sebagai dasar dalam pemecahan kesulitan-kesulitan belajar (Abu Ahmadi & Widodo Supriyono, 1991).
Seorang guru tidak bisa mengabaikan evaluasi dalam pendidikan, sekalipun seni, cara dan teknik pelaksanannya bergantung pada guru masing-masing. Tetapi yang perlu diingat agar evaluasi agar evaluasi yang dilakukan tidak menjadi “hantu” yang menakutkan bagi siswa dan memberikan masukan pada proses pembelajaran berikutnya.[1]


[1] Prof. Pupuh Fathurrohman dan M. Sobry Sutikno, M.Pd, Strategi Belajar Mengajar, 2011, Bandung, Reflika Aditama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar