Selasa, 05 Mei 2015

FILSAFAT PENDIDIKAN



MAKALAH FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
KAJIAN ONTOLOGIS, EPISTEMOLOGIS, DAN AKSIOLOGIS DALAM PERSPEKTIF ISLAM



OLEH KELOMPOK 2:
1.     SYIFAIYAH
2.     NURUL AZMI
3.     DESI ISMAYANI
4.     SUKMI HARTINIATI
5.     RENDI AGUS WANDI
6.     SITI ZUMRATUL WAHIDA

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
MATARAM
2015




KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr wb.

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita sekian banyak nikmat, yang tak mampu kita hitung jumlahnya. Salah satunya yakni nikmat kesehatan dan kesempatan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Shalawat serta salam selalu tercurahkan atas junjungan alam Nabi Besar Muhammad SAW. Yang telah menunjukkan kita jalan yang begitu terang setelah sekian lama tenggelam dalam kegelapan bersama orang-orang jahiliyah.
Alhamdulillah kami ucapkan karena dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat pada waktunya. Namun dalam penyelesaian makalah ini tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat kita butuhkan untuk kesempurnaan makalah ini, sekaligus sebagai evaluasi diri kedepannya.
Semoga keberadaan makalah ini bermanfaat untuk kita semua. Terima kasih

Wassalamu’alaikum wr wb.

Mataram 14 april 2015


Kelompok 2


i





DAFTAR ISI

Kata pengantar.......................................................................................................................................i
Daftar isi.................................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................................1
A.     Latar belakang..........................................................................................................................1
B.     Rumusan masalah.....................................................................................................................2
C.     Tujuan........................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................................3
A.     Tinjauan Ontologis...................................................................................................................3
B.     Tinjauan Epistemologis............................................................................................................6
C.     Tinjauan Aksiologis..................................................................................................................9
BAB III PENUTUP..............................................................................................................................10
Kesimpulan .............................................................................................................................10
DAFTAR RUJUKAN..........................................................................................................................11














ii



BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar belakang
Filsafat Pendidikan Islam merupakan gagasan pemikiran tentang pendidikan Islam, yang secara operasional diaplikasikan dalam sebuah sistem yang disebut sistem pendidikan Islam. Sebagai gagasan yang bersumber dari pemikiran filosofis, filsafat pendidikan Islam itu sendiri. Selain itu filsafat pendidikan Islam juga memberi arah bagi tujuan yang akan dicapai oleh sistem pendidikan Islam.
Sebagai landasan dasar, filsafat pendidikan Islam akan memperkuat bangunan sebuah sistem pendidikan Islam. Sebagai sebuah sistem, pendidikan Islam punya “pijakan” yang kuat dan jelas. Sementara dalam fungsinya sebagai tujuan, filsafat pendidikan Islam ikut memberi kejelasan tentang arah dan target pencapaian yang diprogramkan dalam sistem pendidikan Islam. Jadi filsafat pendidikan Islam tak dapat dilepaskan hubungannya dari masalah-masalah yang menyangkut kependidikan.
Disadari bahwa pemikiran filosofis tentang pendidikan Islam tidak terhenti pada masa era tertentu. Sejalan dengan fungsinya sebagai gagasan yang bersifat solutif, maka pemikiran yang menyangkut filsafat pendidikan Islam akan terus berkembang. Hal ini antara lain dikarenakan gagasan dimaksud merupakan bentuk respons dari kebutuhan dan tuntutan zamannya masing-masing. Termasuk dalam memberikan sumbangsihnya dalam mengatasi problema-problema kependidikan kontemporer.
Pendidikan adalah sebuah proses. Bukan aktivitas spontan, yang sekali jadi. Sebagai sebuah proses, maka pendidikan pada dasarnya adalah rangkaian aktivitas terprogram, terarah, dan berkesinambungan. Ada berbagai komponen yang jadi penopang dari setiap aktivitas pendidikan. Komponen yang antara sesamanya saling tergantung, saling berhubungan, dan saling menentukan. Tepatnya pendidikan adalah kumpulan aktivitas dari sebuah sistem.
Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, bahwa sistem terkait erat dengan produk pemikiran filosofis tentang masalah pendidikan. Produk yang berupa gagasan ini kemudian menjadi landasan dasar, serta pemberi arah bagaimana sistem itu mesti dibangun. Cabang-cabang sistem filsafat mendasari berbagai pemikiran mengenai pendidikan. Berdasarkan pendekatan filsafat hubungan ini dapat dilihat dari tiga aspek yakni secara ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Yang akan dibahas dalam makalah ini.

B.   Rumusan Masalah

1.     Apakah yang dimaksud dengan Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis dalam pespektif Islam?
2.     Bagaimanakah pengembangan dari Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis dalam perspektif Islam?

C.   Tujuan

Agar kita bisa mengetahui apa yang dimaksud dengan ontologis, epistemologis dan aksiologis dalam perspektif Islam dan pengembangannya seperti apa.










BAB II
PEMBAHASAN
KAJIAN ONTOLOGIS, EPISTEMOLOGIS, DAN AKSIOLOGIS
DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Cabang- cabang sistem filsafat mendasari berbagai pemikiran mengenai pendidikan (Imam Barnhadib, 1986 : 6 ). Berdasarkan pendekatan filsafat hubungan ini dapat dilihat dari tiga aspek yakni secara ontologis, epistemologis, dan aksiologis.
A.    TINJAUAN ONTOLOGIS

Suatu sistem adalah suatu himpunan gagasan atau prinsip- prinsip yang saling bertautan, yang bergabung menjadi suatukeseluruhan (Imam Barnadib, 1994: 19 ). Dikatakan juga, bahwa sistem terdiri dari berbagai komponen, yang masing- masing saling terkait, saling tergantung, dan saling menentukan. Pendidikan sebagai sebuah sistem juga terdiri dari komponen- komponen yang menopang terselenggarannya aktivitas pendidikan dengan baik.
Adapun gagasan atau prinsip- prinsip yang tersusun dalam pendidikan Islam tersebut bersumber dari pemikiran filsafat. Tegasnya, dari filsafat pendidikan Islam. Sebab bagaimanpun masalah pendidikan merupakan masalah yang berhubungan dengan hidup dan kehidupan manusia. Secara umum, pendidikan Islam merupakan rangkaian proses untuk memanusiakan manusia sejalan dengan hakikat penciptaannya. Untuk mewujudkan gagasan ini tentunya tidak mudah, karena pengertian seperti itu masih terlalu umum. Padahal masalah-masalah yang menyangkut pendidikan cukup kompleks.
Berhadapan dengan permasalahan yang mendasar ini, pendidikan tentunya tak dapat berdiri sendiri. Perlu bantuan disiplin ilmu lain untuk memecahkannya, termasuk analisa filsafat. Bantuan analisa filsafat ini adalah dalam memahami dan memecahkan hal-hal yang antara lain berkaitan denagan masalah-masalah : 1) hakikat pendidikan, 2) nilai manfaat pendidikan; 3) tujuan pendidikan ; 4) penanggung jawab pelaksanaan; 5) hakikat manusia; 6) hakikat masyarakat; 7) kurikulum; 8) metode; dan 9) asas penyelenggaraan (Murni Djamal : 13 – 14 ).
Permasalahan-permasalahan ini perlu dikaji secara ilmiah guna menghasilkan teori- teori pendidikan Islam yang bersifat aplikatif. Rujukan teori dimaksud adalah pemikiran flsafat pendidikan Islam. Khusus bidang kajian filsafat yang terkait dengan masalah ini adalah ontology, yakni pembidangan pertama dalam kajian filsafat. Pandangan ontology ini secara praktis menjadi masalah pertama dalam pendidikan ( Muhammad Noor Syam, 1986 : 27-  28 ).
Kajian ontology mengacu kepada masalah yang bersifat realita. Ontologi adalah tentang “ada”, yaitu tentang apa yang dipikirkan, yanag menjadi obyek filsafat (Murni Djamal : 107 ). Menurut Imam Barnadib, realita adalah mengenai kenyatraan, yang selanjutnya menjurus kepada masalah kebenaran. Kebenaran akan timbul bila orang telah dapat menarik kesimpulan bahwa pengetahuan yang dimiliki ini telah nyata (Imam Barnadib, 1994:20).
Dalam konteks filsafat pendidikan Islam, kajian ontology ini tidak dapat dipisahkan dengan Allah, sang Maha Pencipta. Masalah hakikat pendidikan harus dirujuk kepada pemikiran yang bersumber dari wahyu. Pemikiran- pemikiran inilah yang selanjutnya dijadikan landasan bagi penyusun rumusan pengetahuan mengenai pendidikan islam. Rumusan berupa teori- teori yang menjelaskan tentang apa sebenarnya yang dimaksud dengan pendidikan Islam itu?
Ada sejumlah informasi wahyu yang dapat diakses sebagai masalah yang berhubungan dengan pendidikan. Antara lain pernyataan ayat Al- Qur’an : “ Dan mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Malaikat, lalu berfirman :  “Sebutkanlah kepada- Ku  jika kamu memang orang- orang yang benar. “ (Q. 2 ; 30). “Wahai Tuhanku kasihilah mereka berdua, sebagaiman mereka berdua telah mendidik aku di masa kecil.” (Q. 17 :24)
Informasi pertama menjelaskan bahwa Allah mengajaerkan (allama) kepada Adam tentang nama-nama (benda-benda). Dalam informasi ayat tersebut, kosa kata (allama) mengacu kepada pengetahuan, berupa pengenalan dan pemahaman terhadap segenap nama-nama atau benda-benda ciptaan Allah. Dari pengertian ini konsep ta’lim. Kemudian pada ayat kedua, kosa kata rabbayani (rabb) terbentuk konsep tarbiyyah. Dari informasi Hadis terekam ungkapan Rasulullah Saw. : “Aku dididiklah oleh Tuhanku (addabani Rabbi ), maka Dia memberikan kepadaku sebaik-baik pendidikan (fa ahsana ta’dibi ). Berangkat dari informasi Hadis ini terbentuk pula konsep ta’dib.
Memang terjadi perbedaan pendapat mengenai ketiga konsep ini. Belum ada kesepakatan secara aklamasi, mana diantara ketiga konsep dimaksud yang paling tepat merepresentasikan makna seutuhnya mengenai pendidikan Islam. Ada pendapat yang menyatakan, bahwa konsep tarbiyyah mengandung arti memelihara, membesarkann dan mendidik kedalamnya sudah termasuk makna mengajar atau allama (Ahmad Tafsir, 1995 :109). Berangkat dari pengertian ini maka tarbiyah didefiisikan sebagai proses bimbingan terhadap potensi manusia (jasmani, ruh dan akal ) secara maksimal agar dapat menjadi bekal dalam menghadapi kehidupan dan masa depan (ummi, 1993 :40).
Syed Muhammad Naquib al- Attas lebih cenderung menggunakan konsep ta’dib.  Dalam pandangannya, konsep tarbiyyah mencangkup obyek yang lebih luas. Bukan saja terbatas pada pendidikan manusia, tetapi  juga meliputi dunia hewan. Sedangkan ta’dib mencangkup pengertian pendidikan untuk manusia (Syed Muhammad Naquib al- Attas, 1984 : 110 ). Al- Attas beragumentasi bahwa konsep ta’dib mengacu kepada kata adab dan variatifnya. Atas dasar pemikiran ini, al- Attas mengemukakan definisi mendidik adalah membentuk manusia dalam menempatkan posisinya yang sesuai dengan susunan masyarakat,  bertingkah laku secara propesional dan cocok dengan ilmu serta teknologi  yang dikuasainya.
Secara umum, ketiga informasi ini dijadikan landasan pemikiran filosofis pendidikan Islam. Dari ketiganya kemudian dirumuskanlah konsep pendidikan Islam ke dalam konsep ta’lim, tarbiyyah, dan ta’dib. Merujuk sumbernya, maka ketiga konsep mengacu kepada Allah , yakni al –‘Alim, rabb, al-‘Alamin, dan addabani Rabbi. Ketiga konsep ini mengakomodasi seluruh komponen yang terangkai dalam pendidikan Islam. Baik sebagai proses, maupun sebagai sebuah sistem. Dalam pendekatan filsafat pendidikan Islam Allah selaku Maha Pencipta menempati posisi sentral dan menentukan.
Dengan merujuk kepada konsep ta’dib , Syed Muhammad  Naquib al- Attas mengemukakan, bahwa pendidikan adalah suatu proses penanaman sesuatu  kedalam diri manusia. Tiga unsure dasar yang membentuk pendidikan, yakni proses, kandungan dan penerima. Atas dasar pemikiran ini, maka Syed Muhammad Naquid al- Attas merumuskan  konsep  pendidikan Islam berangkat dari  “pengetahuan”, kandungan, dan  proses.
Selanjutnya Hasan Langgulung  mengemukakan,  bahwa pendidikan dapat dilihat dari sudut pandang individu dan  sosial. Dari sudut pandang  individu , pendidikan diartikan sebagai upaya untuk mengembangkan  potensi individu. Sedangkan dilihat dari sudut pandang sosial, pendidikan  adalah pewarisan  nilai-nilai budaya dari generasi tua kepada generasi muda, agar nilai-nilai budaya dimaksud tetap terpelihara (Hasan langgulung , 1986 : 32 ).  Adapu yang dimaksud dengan potensi individu disini ialah potensi manusia selaku makhluk ciptaan Allah. Demikian pula yang dimaksud dengan budaya adalah wujud peradaban yang dilandaskan  nilai-nilai ajaran Islam.
Dengan demikian, secara ontologis, pemahaman terhadap apa yang dimaksud dengan sistem pendidikan Islam, sama sekali tidak dapat dipisahkan dengan Allah selaku pencipta manusia itu sendiri. Rumusan- rumusan pemikiran filosofis yang menyangkut pendidikan Islam dalam segala aspeknya harus selalu dikaitkan dengan  informasi-informasi wahyu. Sebab hanya sang  Maha Pencipta pulalah  yang paling tahu  tentang  hakikat  manusia selaku mahluk ciptaan-Nya. Maka dengan demikian sistem pendidikan  Islam  harus ditujukan  kepada terbentuknya kepribadian muslim yang dapat memenuhi hakikat penciptannya, yakni menjadi pengabdi Allah.

B.     TINJAUAN  EPISTEMOLOGIS

Menurut  Imam  Barnadib, berdasarkan obyek kajiannya, problem  filsafat  mencangkup : 1) realita ; 2)  pengetahuan ; 3) nilai. Epistemologis berusaha menjawab pertanyaan- pertanyaan seperti apakah pengetahuan, cara manusia memperoleh dan menangkap pengetahuan itu, dan jenis- jenis  pengetahuan  (Imam Barnadib, 1994: 20). Jujun S Surisumantri  mengemukakan epistemologi dalam  rumusan : Bagaimana proses yang  memungkinkan ditimbanya ilmu pengetahuan yang berupa ilmu? Kedalamnya tercangkup prosedurnya, hal-hal yang harus diperhatikan, makna kebenaran, kriterianya, cara, tehnik, dan sarana pendukung yang diperlukan (Jujun S Suriasumantri : 2000 :33 ).
Menurut John S. Brubacher, filsafat dan pendidikan mempunyai hubungan yang erat dengan problema- problema yang dihadapi filsafat. Dalam  menyelenggarakan pendidikan diperlukan  pendirian mengenai pandangan dunia yang  bagaimanakah yang diperlukan ( Imam Barnadib : 20-21).  Pada dasarnya setiap sistem pendidikan itu terdiri dari seperangkat cita- cita kemasyarakatan, norma, dan niat tertentu, dan didasarkan  pada pandanmgan hidup dan kebudayaan tertentu ( Khursyid Ahmad :19). Di sini terlihat jelas, hubungan antara produk kajian filsafat dengan sistem pendidikan.
Menurut Imam Barnadib, epistemology diperlukan antara lain dalam  hubungan dengan penyusunan  dasar- dasar kurikulum. Kurikulum yang lazim diartikan sebagai sarana untuk mencapai pendidikan, seumpama jalan raya yang perlu dilewati siswa dalam usaha meraka untuk mengenal dan memahami pengetahuan ( Imam Barnadib : 21 ). Di sini terlihat hubungan antara kurikulum dengan tujuan pendidikan. Dengan demikian  penyusunan  kurikulum  sepenuhnya diarah kepada pencapaian tujuan pendidikan itu sendiri.
Dalam  konferensi  Pendidikan Muslim pertama di Mekkah, tahun 1977 telah dihasilkan sejumlah rekomendasi tentang pendidikan Islam. Khusus mengenai  tujuan  pendidikan Islam dikemukakan sebagai berikut :
Tujuan pendidikan Muslim adalah menciptakan “ manusia yang baik dan benar” , yang berbakti  kepada Allah dalam pengertian yang sebenar- benarnya, membamngun struktur kehidupan di dunia ini dengan hokum, dan  menjalani kehidupan tersebut sesuai dengan iman yang di anut. Makna berbakti dalam Islam bersifat luas dan  menyeluruh. Berbakti tidak hanya terbatas pada pelaksanaan fisik relijius saja, melainkan  mencangkup  aspek kegiatan ; iman, perasaan, dan karya, sesuai dengan yang dikatakan Allah ( terpujilah Dia ) dalam  kitab suci  Al- Qur’an  ; “ Aku telah menciptakan jin dan manusia hanya untuk berbakti kapada- Ku “ dan “ Katakanlah, ya Tuhanku, Do’aku, pengorbananku, dan kematianku, adalah demi Allah, Tuhan semesta alam yang tidak terbandingkan.”
Pendidikan harus bertujuan mencapai pertumbuhan kepribadian manusia yang menyeluruh  secara seimbang melalui latihan jiwa, intelek, dari manusia yang  rasional  perasaan dan indera. Karena itu pendidikan  harus mencapai keseimbangan  dalam  segala aspeknya : spiritual, intelektual, imajinatif, fisik, ilmiah, bahasa, baik secara individual maupun secara kolektif, dan mendorong semua aspek ini ke arah  kebaikan dan mencapai tujuan  kesempurnaan. Tujuan terakhir pendidikan Muslim terletak dalam ketundukan yang sempurna kepada Allah baik secara pribadi, komonitas, maupun seluruh umat manusia.”
Secara konsepsional, dalam tujuan tersebut  sudah tergambar dasar- dasar kurikulum. Aspek apa saja yang perlu ditumbuh kembangkan pada diri seseoran Muslim, agar tujuan pendidikan yang dirancang  akan dapat dicapai. Berangkat dari landasan  konsepsional  itu pula kemudian dirumuskan kurikulum dalam  sistem pendidikan  Islam  (Muslim). Menentukan  materi silabus, melakukan  klasifikasi, serta perangkat pendukungnya. Klasifikasi menyangkut pembagian  tingkat kepentingan  bidang  keilmuan. Adapun perangkat pendukung  mencakup seluruh sarana dan prasana yang  diperlukan dalam kaitannya dengan  penerapan  kurikulum.
Menurut Fadhill al- Jamil  secara garis  besarnya materi kurikulum dalam  pendidikan Islam  meliputi  tuntutan untuk mematuhi hukum- hukum  Allah. Dengan demikian dalam  penyusunan  kurikulum  ketentuan  ini harus  dijadikan sebagai  kerangka  dasarnya. Al- Jamaly member rumusan kerangka dasarnya yang bersumber dari ajaran Al- Qur’an itu sebagai berikut : 
1)      Larangan  mempersekutukan Allah
2)      Berbuat baik kepada kedua orang tua
3)      Memelihara, mendidik, dan membimbing anak sebagai tanggung jawab terhadap amanat Allah
4)      Menjauhi perbuatan keji dalam bentuk sikap lahir dan batin
5)      Menjauhi permusuhan dan tindakan maker
6)      Menyantuni anak yatim dan memelihara hartanya
7)      Tidak melakukan perbuatan di luar kemampuan
8)      Berlaku jujur dan adil
9)      Menepati janji dan  menunaikan  perintah Allah
10)  Berpegang  teguh kepada ketentuan huku Allah
            Kajian epistemologis menyangkut proses. Dengan demikian dalam sistem pendidikan  islam, epistemologis bukan hanya berhubungan dengan  kurikulum.. ia juga mengacu kepada bagaimana melaksanakan kurikulum tersebut hingga dapat mencapai tujuan yang telah diprogramkan. Dalam konteks ini kajian epistemologis dalam  sistem pendidikan  islam  juga mencakup telaah tentang metode pendidikan itu sendiri. Bagaimana cara mentransfer materi pelajaran, membentuk sikap dan  prilaku, sesuai dengan konsep pendidikan, serta tujuan yang akan dicapai.


C.     TINJAUAN AKSIOLOGIS

            Aksiologis adalah  teori tentang nilai. Dalam pendidikan, teori  nilai ini terkait dengan jawaban atas pertanyaan seperti : nilai- nilai yang bagaimanakah yang dikehendaki oleh manusia dan yang dapat digunakan sebagai dasar hiudupnya (Imam Barnadib, 1994: 20)
            Ajaran Islam  merupakan perangkat sistem nilai. Berisi pedoman  hidup  secara  islami. Hidup sesuai dengan tuntunan Allah Swt, sebagaiman yang telah dicontohkan oleh Rasul utusan-Nya. Secara garis besarnya, sistem nilai terangkum dalam  konsep al- Akhlaq al- karimah. Dengan demikian dalam konteks pendidikan Islam, kajian aksiologinya mengacu kepada masalah yang menyangkut nilai manfaat dan fungsi pendidikan Islam dalam hubungandengan tujuan ajaran Islam dimaksud.
            Sehubung dengan itu, maka kajian Aksiologis dalam sistem pendidikan Islam diarahkan pada perumusan nilai- nilai al-akhlaq al- karimah. Rumusan nilai- nilai yang dijadikan rujukan atau  pedoman sikap dan prilaku. Berhasil atau  tidaknya  pendidikan Islam itu dicerminkan sepenuhnya oleh perwujudan dari sikap dan prilaku al- akhlaq al- karimah itu dalam kehidupan sehari- hari. Baik kehidupan orang perorang, masyarakat, maupun selaku umat.
            Dengan demikian, berdasarkan pendekatan aksiologis, sistem pendidikan Islam memiliki fungsi dan peran strategis dalam  pembentukan, pewarisan, serta pelestarian  nilai- nilai ajaran islam. Ajaran islam yang sekaligus adalah juga sebuah sistem nilai. Bentuk sistem yang terkandung dalam al- akhlak al- karimah dan berisi misi pemeliharaan : pemeliharaan agama, jiwa, akal, harta, dan keturunan.



BAB III
PENUTUP

            KESIMPULAN
Kajian ontology mengacu kepada masalah yang bersifat realita. Ontologi adalah tentang “ada”, yaitu tentang apa yang dipikirkan, yanag menjadi obyek filsafat Menurut Imam Barnadib, realita adalah mengenai kenyatraan, yang selanjutnya menjurus kepada masalah kebenaran. Kebenaran akan timbul bila orang telah dapat menarik kesimpulan bahwa pengetahuan yang dimiliki ini telah nyata. Dalam konteks filsafat pendidikan Islam, kajian ontology ini tidak dapat dipisahkan dengan Allah, sang Maha Pencipta. Masalah hakikat pendidikan harus dirujuk kepada pemikiran yang bersumber dari wahyu. Pemikiran- pemikiran inilah yang selanjutnya dijadikan landasan bagi penyusun rumusan pengetahuan mengenai pendidikan islam.
Kajian epistemologis menyangkut proses. Dengan demikian dalam sistem pendidikan  islam, epistemologis bukan hanya berhubungan dengan  kurikulum.. ia juga mengacu kepada bagaimana melaksanakan kurikulum tersebut hingga dapat mencapai tujuan yang telah diprogramkan. Dalam konteks ini kajian epistemologis dalam  sistem pendidikan  islam  juga mencakup telaah tentang metode pendidikan itu sendiri. Bagaimana cara mentransfer materi pelajaran, membentuk sikap dan  prilaku, sesuai dengan konsep pendidikan, serta tujuan yang akan dicapai.
Aksiologis adalah  teori tentang nilai. Oleh karena itu,kajian Aksiologis dalam sistem pendidikan Islam diarahkan pada perumusan nilai- nilai al-akhlaq al- karimah. Rumusan nilai- nilai yang dijadikan rujukan atau  pedoman sikap dan prilaku. Berhasil atau  tidaknya  pendidikan Islam itu dicerminkan sepenuhnya oleh perwujudan dari sikap dan prilaku al- akhlaq al- karimah itu dalam kehidupan sehari- hari. Baik kehidupan orang perorang, masyarakat, maupun selaku umat.


DAFTAR RUJUKAN

            Jalaluddin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta, Kalam Mulia, 2011





Tidak ada komentar:

Posting Komentar