MAKALAH FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
KAJIAN ONTOLOGIS, EPISTEMOLOGIS, DAN AKSIOLOGIS DALAM
PERSPEKTIF ISLAM

OLEH KELOMPOK 2:
1.
SYIFAIYAH
2.
NURUL AZMI
3.
DESI ISMAYANI
4.
SUKMI HARTINIATI
5.
RENDI AGUS WANDI
6.
SITI ZUMRATUL WAHIDA
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
MATARAM
2015
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr wb.
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan kita sekian banyak nikmat, yang tak mampu kita hitung jumlahnya.
Salah satunya yakni nikmat kesehatan dan kesempatan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Shalawat serta salam selalu tercurahkan atas junjungan
alam Nabi Besar Muhammad SAW. Yang telah menunjukkan kita jalan yang begitu
terang setelah sekian lama tenggelam dalam kegelapan bersama orang-orang
jahiliyah.
Alhamdulillah kami ucapkan karena dapat menyelesaikan
makalah ini dengan tepat pada waktunya. Namun dalam penyelesaian makalah ini
tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran
yang sifatnya membangun sangat kita butuhkan untuk kesempurnaan makalah ini,
sekaligus sebagai evaluasi diri kedepannya.
Semoga keberadaan makalah ini bermanfaat untuk kita
semua. Terima kasih
Wassalamu’alaikum wr wb.
Mataram 14 april 2015
Kelompok 2
i
DAFTAR ISI
Kata
pengantar.......................................................................................................................................i
Daftar isi.................................................................................................................................................ii
BAB I
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
A.
Latar
belakang..........................................................................................................................1
B.
Rumusan
masalah.....................................................................................................................2
C.
Tujuan........................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................................3
A.
Tinjauan
Ontologis...................................................................................................................3
B.
Tinjauan
Epistemologis............................................................................................................6
C.
Tinjauan
Aksiologis..................................................................................................................9
BAB III
PENUTUP..............................................................................................................................10
Kesimpulan
.............................................................................................................................10
DAFTAR
RUJUKAN..........................................................................................................................11
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Filsafat Pendidikan Islam merupakan gagasan pemikiran
tentang pendidikan Islam, yang secara operasional diaplikasikan dalam sebuah
sistem yang disebut sistem pendidikan Islam. Sebagai gagasan yang bersumber
dari pemikiran filosofis, filsafat pendidikan Islam itu sendiri. Selain itu
filsafat pendidikan Islam juga memberi arah bagi tujuan yang akan dicapai oleh
sistem pendidikan Islam.
Sebagai landasan dasar, filsafat pendidikan Islam akan
memperkuat bangunan sebuah sistem pendidikan Islam. Sebagai sebuah sistem,
pendidikan Islam punya “pijakan” yang kuat dan jelas. Sementara dalam fungsinya
sebagai tujuan, filsafat pendidikan Islam ikut memberi kejelasan tentang arah
dan target pencapaian yang diprogramkan dalam sistem pendidikan Islam. Jadi
filsafat pendidikan Islam tak dapat dilepaskan hubungannya dari masalah-masalah
yang menyangkut kependidikan.
Disadari bahwa pemikiran filosofis tentang pendidikan
Islam tidak terhenti pada masa era tertentu. Sejalan dengan fungsinya sebagai
gagasan yang bersifat solutif, maka pemikiran yang menyangkut filsafat
pendidikan Islam akan terus berkembang. Hal ini antara lain dikarenakan gagasan
dimaksud merupakan bentuk respons dari kebutuhan dan tuntutan zamannya
masing-masing. Termasuk dalam memberikan sumbangsihnya dalam mengatasi
problema-problema kependidikan kontemporer.
Pendidikan adalah sebuah proses. Bukan aktivitas spontan,
yang sekali jadi. Sebagai sebuah proses, maka pendidikan pada dasarnya adalah
rangkaian aktivitas terprogram, terarah, dan berkesinambungan. Ada berbagai
komponen yang jadi penopang dari setiap aktivitas pendidikan. Komponen yang
antara sesamanya saling tergantung, saling berhubungan, dan saling menentukan.
Tepatnya pendidikan adalah kumpulan aktivitas dari sebuah sistem.
Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, bahwa sistem terkait
erat dengan produk pemikiran filosofis tentang masalah pendidikan. Produk yang
berupa gagasan ini kemudian menjadi landasan dasar, serta pemberi arah
bagaimana sistem itu mesti dibangun. Cabang-cabang sistem filsafat mendasari
berbagai pemikiran mengenai pendidikan. Berdasarkan pendekatan filsafat
hubungan ini dapat dilihat dari tiga aspek yakni secara ontologis,
epistemologis, dan aksiologis. Yang akan dibahas dalam makalah ini.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah yang
dimaksud dengan Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis dalam pespektif Islam?
2.
Bagaimanakah
pengembangan dari Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis dalam perspektif
Islam?
C.
Tujuan
Agar kita bisa
mengetahui apa yang dimaksud dengan ontologis, epistemologis dan aksiologis
dalam perspektif Islam dan pengembangannya seperti apa.
BAB II
PEMBAHASAN
KAJIAN ONTOLOGIS,
EPISTEMOLOGIS, DAN AKSIOLOGIS
DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Cabang-
cabang sistem filsafat mendasari berbagai pemikiran mengenai pendidikan (Imam Barnhadib, 1986 : 6 ). Berdasarkan
pendekatan filsafat hubungan ini dapat dilihat dari tiga aspek yakni secara
ontologis, epistemologis, dan aksiologis.
A. TINJAUAN ONTOLOGIS
Suatu
sistem adalah suatu himpunan gagasan atau prinsip- prinsip yang saling
bertautan, yang bergabung menjadi suatukeseluruhan (Imam Barnadib, 1994: 19 ). Dikatakan juga, bahwa sistem terdiri
dari berbagai komponen, yang masing- masing saling terkait, saling tergantung,
dan saling menentukan. Pendidikan sebagai sebuah sistem juga terdiri dari
komponen- komponen yang menopang terselenggarannya aktivitas pendidikan dengan
baik.
Adapun
gagasan atau prinsip- prinsip yang tersusun dalam pendidikan Islam tersebut
bersumber dari pemikiran filsafat. Tegasnya, dari filsafat pendidikan Islam.
Sebab bagaimanpun masalah pendidikan merupakan masalah yang berhubungan dengan
hidup dan kehidupan manusia. Secara umum, pendidikan Islam merupakan rangkaian
proses untuk memanusiakan manusia sejalan dengan hakikat penciptaannya. Untuk
mewujudkan gagasan ini tentunya tidak mudah, karena pengertian seperti itu
masih terlalu umum. Padahal masalah-masalah yang menyangkut pendidikan cukup
kompleks.
Berhadapan
dengan permasalahan yang mendasar ini, pendidikan tentunya tak dapat berdiri
sendiri. Perlu bantuan disiplin ilmu lain untuk memecahkannya, termasuk analisa
filsafat. Bantuan analisa filsafat ini adalah dalam memahami dan memecahkan
hal-hal yang antara lain berkaitan denagan masalah-masalah : 1) hakikat
pendidikan, 2) nilai manfaat pendidikan; 3) tujuan pendidikan ; 4) penanggung
jawab pelaksanaan; 5) hakikat manusia; 6) hakikat masyarakat; 7) kurikulum; 8)
metode; dan 9) asas penyelenggaraan (Murni
Djamal : 13 – 14 ).
Permasalahan-permasalahan
ini perlu dikaji secara ilmiah guna menghasilkan teori- teori pendidikan Islam
yang bersifat aplikatif. Rujukan teori dimaksud adalah pemikiran flsafat
pendidikan Islam. Khusus bidang kajian filsafat yang terkait dengan masalah ini
adalah ontology, yakni pembidangan pertama dalam kajian filsafat. Pandangan
ontology ini secara praktis menjadi masalah pertama dalam pendidikan ( Muhammad Noor Syam, 1986 : 27- 28 ).
Kajian
ontology mengacu kepada masalah yang bersifat realita. Ontologi adalah tentang
“ada”, yaitu tentang apa yang dipikirkan, yanag menjadi obyek filsafat (Murni Djamal : 107 ). Menurut Imam
Barnadib, realita adalah mengenai kenyatraan, yang selanjutnya menjurus kepada
masalah kebenaran. Kebenaran akan timbul bila orang telah dapat menarik
kesimpulan bahwa pengetahuan yang dimiliki ini telah nyata (Imam Barnadib, 1994:20).
Dalam
konteks filsafat pendidikan Islam, kajian ontology ini tidak dapat dipisahkan
dengan Allah, sang Maha Pencipta. Masalah hakikat pendidikan harus dirujuk kepada
pemikiran yang bersumber dari wahyu. Pemikiran- pemikiran inilah yang
selanjutnya dijadikan landasan bagi penyusun rumusan pengetahuan mengenai
pendidikan islam. Rumusan berupa teori- teori yang menjelaskan tentang apa
sebenarnya yang dimaksud dengan pendidikan Islam itu?
Ada
sejumlah informasi wahyu yang dapat diakses sebagai masalah yang berhubungan
dengan pendidikan. Antara lain pernyataan ayat Al- Qur’an : “ Dan mengajarkan kepada Adam nama-nama
(benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Malaikat, lalu
berfirman : “Sebutkanlah kepada- Ku jika kamu memang orang- orang yang benar. “
(Q. 2 ; 30). “Wahai Tuhanku kasihilah mereka berdua, sebagaiman mereka berdua
telah mendidik aku di masa kecil.” (Q. 17 :24)
Informasi
pertama menjelaskan bahwa Allah mengajaerkan (allama) kepada Adam tentang nama-nama (benda-benda). Dalam
informasi ayat tersebut, kosa kata (allama)
mengacu kepada pengetahuan, berupa pengenalan dan pemahaman terhadap segenap
nama-nama atau benda-benda ciptaan Allah. Dari pengertian ini konsep ta’lim. Kemudian pada ayat kedua, kosa
kata rabbayani (rabb) terbentuk
konsep tarbiyyah. Dari informasi
Hadis terekam ungkapan Rasulullah Saw. : “Aku
dididiklah oleh Tuhanku (addabani Rabbi ), maka Dia memberikan kepadaku
sebaik-baik pendidikan (fa ahsana ta’dibi ). Berangkat dari informasi Hadis
ini terbentuk pula konsep ta’dib.
Memang
terjadi perbedaan pendapat mengenai ketiga konsep ini. Belum ada kesepakatan
secara aklamasi, mana diantara ketiga konsep dimaksud yang paling tepat merepresentasikan
makna seutuhnya mengenai pendidikan Islam. Ada pendapat yang menyatakan, bahwa
konsep tarbiyyah mengandung arti memelihara, membesarkann dan mendidik
kedalamnya sudah termasuk makna mengajar atau allama (Ahmad Tafsir, 1995 :109). Berangkat dari pengertian ini
maka tarbiyah didefiisikan sebagai proses bimbingan terhadap potensi manusia
(jasmani, ruh dan akal ) secara maksimal agar dapat menjadi bekal dalam
menghadapi kehidupan dan masa depan (ummi,
1993 :40).
Syed
Muhammad Naquib al- Attas lebih cenderung menggunakan konsep ta’dib. Dalam pandangannya, konsep tarbiyyah
mencangkup obyek yang lebih luas. Bukan saja terbatas pada pendidikan manusia,
tetapi juga meliputi dunia hewan.
Sedangkan ta’dib mencangkup pengertian pendidikan untuk manusia (Syed Muhammad Naquib al- Attas, 1984 : 110
). Al- Attas beragumentasi bahwa konsep ta’dib mengacu kepada kata adab dan
variatifnya. Atas dasar pemikiran ini, al- Attas mengemukakan definisi mendidik
adalah membentuk manusia dalam menempatkan posisinya yang sesuai dengan susunan
masyarakat, bertingkah laku secara
propesional dan cocok dengan ilmu serta teknologi yang dikuasainya.
Secara
umum, ketiga informasi ini dijadikan landasan pemikiran filosofis pendidikan
Islam. Dari ketiganya kemudian dirumuskanlah konsep pendidikan Islam ke dalam
konsep ta’lim, tarbiyyah, dan ta’dib. Merujuk sumbernya, maka ketiga
konsep mengacu kepada Allah , yakni al
–‘Alim, rabb, al-‘Alamin, dan addabani
Rabbi. Ketiga konsep ini mengakomodasi seluruh komponen yang terangkai dalam
pendidikan Islam. Baik sebagai proses, maupun sebagai sebuah sistem. Dalam
pendekatan filsafat pendidikan Islam Allah selaku Maha Pencipta menempati
posisi sentral dan menentukan.
Dengan
merujuk kepada konsep ta’dib , Syed
Muhammad Naquib al- Attas mengemukakan,
bahwa pendidikan adalah suatu proses penanaman sesuatu kedalam diri manusia. Tiga unsure dasar yang
membentuk pendidikan, yakni proses, kandungan dan penerima. Atas dasar
pemikiran ini, maka Syed Muhammad Naquid al- Attas merumuskan konsep
pendidikan Islam berangkat dari
“pengetahuan”, kandungan, dan proses.
Selanjutnya
Hasan Langgulung mengemukakan, bahwa pendidikan dapat dilihat dari sudut
pandang individu dan sosial. Dari sudut
pandang individu , pendidikan diartikan
sebagai upaya untuk mengembangkan
potensi individu. Sedangkan dilihat dari sudut pandang sosial,
pendidikan adalah pewarisan nilai-nilai budaya dari generasi tua kepada
generasi muda, agar nilai-nilai budaya dimaksud tetap terpelihara (Hasan langgulung , 1986 : 32 ). Adapu yang dimaksud dengan potensi
individu disini ialah potensi manusia selaku makhluk ciptaan Allah. Demikian
pula yang dimaksud dengan budaya adalah wujud peradaban yang dilandaskan nilai-nilai ajaran Islam.
Dengan
demikian, secara ontologis, pemahaman terhadap apa yang dimaksud dengan sistem
pendidikan Islam, sama sekali tidak dapat dipisahkan dengan Allah selaku
pencipta manusia itu sendiri. Rumusan- rumusan pemikiran filosofis yang
menyangkut pendidikan Islam dalam segala aspeknya harus selalu dikaitkan
dengan informasi-informasi wahyu. Sebab
hanya sang Maha Pencipta pulalah yang paling tahu tentang
hakikat manusia selaku mahluk
ciptaan-Nya. Maka dengan demikian sistem pendidikan Islam
harus ditujukan kepada
terbentuknya kepribadian muslim yang dapat memenuhi hakikat penciptannya, yakni
menjadi pengabdi Allah.
B. TINJAUAN EPISTEMOLOGIS
Menurut Imam
Barnadib, berdasarkan obyek kajiannya, problem filsafat
mencangkup : 1) realita ; 2)
pengetahuan ; 3) nilai. Epistemologis berusaha menjawab pertanyaan-
pertanyaan seperti apakah pengetahuan, cara manusia memperoleh dan menangkap
pengetahuan itu, dan jenis- jenis
pengetahuan (Imam Barnadib, 1994: 20). Jujun S Surisumantri mengemukakan epistemologi dalam rumusan : Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya ilmu pengetahuan yang
berupa ilmu? Kedalamnya tercangkup prosedurnya, hal-hal yang harus
diperhatikan, makna kebenaran, kriterianya, cara, tehnik, dan sarana pendukung
yang diperlukan (Jujun S Suriasumantri :
2000 :33 ).
Menurut
John S. Brubacher, filsafat dan pendidikan mempunyai hubungan yang erat dengan
problema- problema yang dihadapi filsafat. Dalam menyelenggarakan pendidikan diperlukan pendirian mengenai pandangan dunia yang bagaimanakah yang diperlukan ( Imam Barnadib : 20-21). Pada dasarnya setiap sistem pendidikan itu
terdiri dari seperangkat cita- cita kemasyarakatan, norma, dan niat tertentu,
dan didasarkan pada pandanmgan hidup dan
kebudayaan tertentu ( Khursyid Ahmad
:19). Di sini terlihat jelas, hubungan antara produk kajian filsafat dengan
sistem pendidikan.
Menurut
Imam Barnadib, epistemology diperlukan antara lain dalam hubungan dengan penyusunan dasar- dasar kurikulum. Kurikulum yang lazim
diartikan sebagai sarana untuk mencapai pendidikan, seumpama jalan raya yang
perlu dilewati siswa dalam usaha meraka untuk mengenal dan memahami pengetahuan
( Imam Barnadib : 21 ). Di sini
terlihat hubungan antara kurikulum dengan tujuan pendidikan. Dengan
demikian penyusunan kurikulum
sepenuhnya diarah kepada pencapaian tujuan pendidikan itu sendiri.
Dalam konferensi Pendidikan Muslim pertama di Mekkah, tahun
1977 telah dihasilkan sejumlah rekomendasi tentang pendidikan Islam. Khusus mengenai tujuan
pendidikan Islam dikemukakan sebagai berikut :
Tujuan
pendidikan Muslim adalah menciptakan “ manusia yang baik dan benar” , yang
berbakti kepada Allah dalam pengertian
yang sebenar- benarnya, membamngun struktur kehidupan di dunia ini dengan
hokum, dan menjalani kehidupan tersebut
sesuai dengan iman yang di anut. Makna berbakti dalam Islam bersifat luas
dan menyeluruh. Berbakti tidak hanya
terbatas pada pelaksanaan fisik relijius saja, melainkan mencangkup
aspek kegiatan ; iman, perasaan, dan karya, sesuai dengan yang dikatakan
Allah ( terpujilah Dia ) dalam kitab
suci Al- Qur’an ; “ Aku telah menciptakan jin dan manusia
hanya untuk berbakti kapada- Ku “ dan “ Katakanlah, ya Tuhanku, Do’aku,
pengorbananku, dan kematianku, adalah demi Allah, Tuhan semesta alam yang tidak
terbandingkan.”
Pendidikan
harus bertujuan mencapai pertumbuhan kepribadian manusia yang menyeluruh secara seimbang melalui latihan jiwa,
intelek, dari manusia yang rasional perasaan dan indera. Karena itu
pendidikan harus mencapai
keseimbangan dalam segala aspeknya : spiritual, intelektual,
imajinatif, fisik, ilmiah, bahasa, baik secara individual maupun secara
kolektif, dan mendorong semua aspek ini ke arah
kebaikan dan mencapai tujuan
kesempurnaan. Tujuan terakhir pendidikan Muslim terletak dalam ketundukan
yang sempurna kepada Allah baik secara pribadi, komonitas, maupun seluruh umat
manusia.”
Secara
konsepsional, dalam tujuan tersebut
sudah tergambar dasar- dasar kurikulum. Aspek apa saja yang perlu
ditumbuh kembangkan pada diri seseoran Muslim, agar tujuan pendidikan yang
dirancang akan dapat dicapai. Berangkat
dari landasan konsepsional itu pula kemudian dirumuskan kurikulum dalam sistem pendidikan Islam
(Muslim). Menentukan materi
silabus, melakukan klasifikasi, serta
perangkat pendukungnya. Klasifikasi menyangkut pembagian tingkat kepentingan bidang
keilmuan. Adapun perangkat pendukung
mencakup seluruh sarana dan prasana yang
diperlukan dalam kaitannya dengan
penerapan kurikulum.
Menurut
Fadhill al- Jamil secara garis besarnya materi kurikulum dalam pendidikan Islam meliputi
tuntutan untuk mematuhi hukum- hukum
Allah. Dengan demikian dalam
penyusunan kurikulum ketentuan
ini harus dijadikan sebagai kerangka
dasarnya. Al- Jamaly member rumusan kerangka dasarnya yang bersumber
dari ajaran Al- Qur’an itu sebagai berikut :
1) Larangan mempersekutukan Allah
2) Berbuat
baik kepada kedua orang tua
3) Memelihara,
mendidik, dan membimbing anak sebagai tanggung jawab terhadap amanat Allah
4) Menjauhi
perbuatan keji dalam bentuk sikap lahir dan batin
5) Menjauhi
permusuhan dan tindakan maker
6) Menyantuni
anak yatim dan memelihara hartanya
7) Tidak
melakukan perbuatan di luar kemampuan
8) Berlaku
jujur dan adil
9) Menepati
janji dan menunaikan perintah Allah
10) Berpegang teguh kepada ketentuan huku Allah
Kajian epistemologis menyangkut
proses. Dengan demikian dalam sistem pendidikan
islam, epistemologis bukan hanya berhubungan dengan kurikulum.. ia juga mengacu kepada bagaimana
melaksanakan kurikulum tersebut hingga dapat mencapai tujuan yang telah diprogramkan.
Dalam konteks ini kajian epistemologis dalam
sistem pendidikan islam juga mencakup telaah tentang metode
pendidikan itu sendiri. Bagaimana cara mentransfer materi pelajaran, membentuk
sikap dan prilaku, sesuai dengan konsep
pendidikan, serta tujuan yang akan dicapai.
C. TINJAUAN AKSIOLOGIS
Aksiologis adalah teori tentang nilai. Dalam pendidikan,
teori nilai ini terkait dengan jawaban
atas pertanyaan seperti : nilai- nilai yang bagaimanakah yang dikehendaki oleh
manusia dan yang dapat digunakan sebagai dasar hiudupnya (Imam Barnadib, 1994: 20)
Ajaran Islam merupakan perangkat sistem nilai. Berisi
pedoman hidup secara
islami. Hidup sesuai dengan tuntunan Allah Swt, sebagaiman yang telah
dicontohkan oleh Rasul utusan-Nya. Secara garis besarnya, sistem nilai
terangkum dalam konsep al- Akhlaq al-
karimah. Dengan demikian dalam konteks pendidikan Islam, kajian aksiologinya
mengacu kepada masalah yang menyangkut nilai manfaat dan fungsi pendidikan
Islam dalam hubungandengan tujuan ajaran Islam dimaksud.
Sehubung dengan itu, maka kajian
Aksiologis dalam sistem pendidikan Islam diarahkan pada perumusan nilai- nilai
al-akhlaq al- karimah. Rumusan nilai- nilai yang dijadikan rujukan atau pedoman sikap dan prilaku. Berhasil atau tidaknya
pendidikan Islam itu dicerminkan sepenuhnya oleh perwujudan dari sikap
dan prilaku al- akhlaq al- karimah itu dalam kehidupan sehari- hari. Baik
kehidupan orang perorang, masyarakat, maupun selaku umat.
Dengan demikian, berdasarkan
pendekatan aksiologis, sistem pendidikan Islam memiliki fungsi dan peran
strategis dalam pembentukan, pewarisan,
serta pelestarian nilai- nilai ajaran
islam. Ajaran islam yang sekaligus adalah juga sebuah sistem nilai. Bentuk
sistem yang terkandung dalam al- akhlak al- karimah dan berisi misi
pemeliharaan : pemeliharaan agama, jiwa, akal, harta, dan keturunan.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Kajian
ontology mengacu kepada masalah yang bersifat realita. Ontologi adalah tentang
“ada”, yaitu tentang apa yang dipikirkan, yanag menjadi obyek filsafat Menurut
Imam Barnadib, realita adalah mengenai kenyatraan, yang selanjutnya menjurus
kepada masalah kebenaran. Kebenaran akan timbul bila orang telah dapat menarik
kesimpulan bahwa pengetahuan yang dimiliki ini telah nyata. Dalam konteks filsafat
pendidikan Islam, kajian ontology ini tidak dapat dipisahkan dengan Allah, sang
Maha Pencipta. Masalah hakikat pendidikan harus dirujuk kepada pemikiran yang
bersumber dari wahyu. Pemikiran- pemikiran inilah yang selanjutnya dijadikan
landasan bagi penyusun rumusan pengetahuan mengenai pendidikan islam.
Kajian
epistemologis menyangkut proses. Dengan demikian dalam sistem pendidikan islam, epistemologis bukan hanya berhubungan
dengan kurikulum.. ia juga mengacu
kepada bagaimana melaksanakan kurikulum tersebut hingga dapat mencapai tujuan
yang telah diprogramkan. Dalam konteks ini kajian epistemologis dalam sistem pendidikan islam
juga mencakup telaah tentang metode pendidikan itu sendiri. Bagaimana
cara mentransfer materi pelajaran, membentuk sikap dan prilaku, sesuai dengan konsep pendidikan,
serta tujuan yang akan dicapai.
Aksiologis
adalah teori tentang nilai. Oleh karena itu,kajian
Aksiologis dalam sistem pendidikan Islam diarahkan pada perumusan nilai- nilai
al-akhlaq al- karimah. Rumusan nilai- nilai yang dijadikan rujukan atau pedoman sikap dan prilaku. Berhasil atau tidaknya
pendidikan Islam itu dicerminkan sepenuhnya oleh perwujudan dari sikap
dan prilaku al- akhlaq al- karimah itu dalam kehidupan sehari- hari. Baik
kehidupan orang perorang, masyarakat, maupun selaku umat.
DAFTAR RUJUKAN
Jalaluddin,
Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta,
Kalam Mulia, 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar